Fluttershy - Alternate Select

Selasa, 02 Januari 2018

Bawor dan Kearifan Lokal Budaya Banyumas

A.    Latar Belakang
Kabupaten Banyumas berdiri pada tahun 1582 pada tanggal 6 April atau bertepatan pada tanggal 12 Robuil Awal 990 Hijriah. Kemudian ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas Nomor 2 Tahun 1990. Keberadaan sejarah Kabupaten Banyumas, dengan pendirinya yang pertama yaitu Raden Joko Kahiman yang kemudian menjadi Bupati yang pertama, dekinal dengan Adipati Mrapat. Dari sejarahnya Adipati Mrapat merupakan “satria” yang sangat luhur untuk bisa diteladani oleh segenap warga Kabupaten Banyumas khususnya mencerminkan :
1)      Sifat altuistis, yaitu tidak mementingkan diri sendiri.
2)      Pejuang pembangunan yang tangguh, tanggap dan tanggon.
3)      Pembangkit jiwa persatuan dan kesatuan.
Dengan demikian motto dan etos kerja untuk Kabupaten Banyumas adalah “Satria”. (banyumaskab.go.id)
Kebudayaan merupakan salah satu identitas suatu bangsa (Maunati, 2004: 24). Mengingat posisi budaya yang sangat krusial, diperlukan adanya upaya untuk menjaga kelestarian budaya lokal dalam rangka menjaga warisan leluhur sekaligus menjaga image bangsa di mata bangsa lain.
      Banyumas memiliki daya tarik berupa potensi alam berupa keindahan lanskap, kekayaan ragam kuliner, kesenian, dan kerajinan yang khas, sehingga menjadi daerah potensial untuk berinvestasi. Dengan iklim yang dominan berhawa sejuk menjadikan Banyumas daerah yang kondusif untuk proses belajar. Pembangunan di Kabupaten Banyumas dalam sepuluh tahun terakhir dapat dikatakan sangat pesat dan bahkan digadang-gadang sebagai kota terbesar ketiga di Jawa Tengah, setelah Semarang dan Surakarta. Hal ini dapat dicermati dari pembangunan infrastruktur yang semakin memadai dan investasi yang senantiasa menunjukkan tren kenaikan dari tahun ke tahun. Daya tarik lain dari Kabupaten Banyumas adalah keberadaan Bahasa Ngapak yang merupakan bahasa khas yang memiliki gaya atau langgam yang berbeda dibandingkan dengan Bahasa Jawa baku seperti yang luas dikenal. Budaya ngapak tersebut terpengaruh orang tokoh pewayangan Bawor. Tokoh ini merupakan tokoh punakawan , seperti halnya Semar, Togog, Gareng, dan Petruk. Bedanya, tokoh Bawor hanya ada di Banyumas, yang kemudian dianggap sebagai representasi masyarakat Banyumas. Dalam praktik-praktik dan identifikasi dari tokoh Bawor di Banyumas ini memiliki nilai-nilai luhur yang Islami, yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat Banyumas. Tulisan ini hendak membahas tentang beberapa hal, di antaranya simbol tokoh Bawor mewujud pada masyarakat Banyumas dan keselarasan pandang tokoh Bawor dengan nilai-nilai Islami. Dua hal tersebut menjadi menarik perhatian manakala dalam pola kehidupan sekarang mulai banyak orang kehilangan identitas budaya.

B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya, sebagai berikut :
1.      Apa identitas Bawor dan Ikon Banyumas?
2.      Bagaimana Simbolis Bawor dalam masyarakat Islam?
3.      Bagaimana Bawor dalam perspektif Islam?

C.     Tujuan Pembuatan Makalah
Melihat rumusan makalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Dapat mengetahui bagaimana karakteristik orang Banyumas.
2.      Dapat mengetahui identitas Bawor dan ikon Banyumas.
3.      Mengetahui perspektif  Islam dari Bawor.
4.      Dapat menembah pengetahuan tetang kebudayaan Banyumasan.



D.    Manfaat Pembuatan Makalah
1.      Manfaat teoris
Secara teoris penulisan ini diharapkan mampu memberikan sumbangan untuk bidang akademik khususnya bagi mahasiswa dan masyarakat luas pada umumnya. Karna dalam makalah ini dapat memperikan sisi dalam dari Banyumas itu sendiri.
2.      Manfaat praktis
Secara praktis penulisan ini diharapkan memberikan konstribusi berguna untuk menambah pengetahuan tentang identitas dan ikon Bawor dalam masyarakat Banyumas dan juga dapat mengetahui Bawor dalam perspektif islam.


A. IDENTITAS BAWOR DAN IKON BANYUMAS
Dalam masyarakat Banyumas, dikenal tokoh Bawor yang merupakan simbol dari masyarakat Banyumas itu sendiri. Sejarah menyebutkan, adanya Bawor sebagai simbol dari masyarakat Banyumas karena dipengaruhi proses penyebaran Islam oleh Sunan Kalijaga. Kreativitas Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai media dalam penyebaran agama Islam meninggalkan kesan tersendiri bagi masyarakat Jawa, terutama masyarakat Banyumas yang pada akhirnya mengaplikasi salah satu tokoh pewayangan yang “dibawa” Sunan Kalijaga. Pemilihan Bawor sebagai ikon, merupakan upaya pengenalan identitas masyarakat Banyumas kepada dunia luar.
Karakter Bawor yang identik dengan masyarakat Banyumas, merupakan sebuah hasil dari kebudayaan lokal yang tergerus arus badai globalisasi. Arus globalisasi yang cenderung dimaknai negatif oleh sebagian besar masyarakat, dapat memberi dampak khusus bagi kebudayaan lokal. Bila masyarakat dapat menjaga kelestarian dan nilai-nilai kebudayaan lokal yang ada, maka globalisasi dapat dijadikan moment penting guna memperkuat posisi kebudayaan lokal tersebut sekaligus sebagai moment guna mempopulerkan kebudayaan tersebut.  Akan tetapi, bila masyarakat tidak dapat mempertahankan nilai-nilai kebudayan lokal yang ada, maka bukan tidak mungkin kebudayaan yang ada akan “dilumat” oleh arus globalisasi yang masuk.
B. SIMBOLISASI BAWOR DALAM MASYARAKAT BANYUMAS
Dalam masyarakat Banyumas, sosok Bawo rmerupakan ikon yang dianggap dapat mewakili karakteristik sebagian besar masyarakat Banyumas pada umumnya. Karakter Bawor yang ceplas-ceplos dan jujur apa adanya, menjadikan Bawor lebih “punya tempat” di mata masyarakat Banyumas dibanding dengan tokoh-tokoh pewayangan yang lainnya. Di Banyumas disebutkan bahwasanya orang yang baik itu adalah orang yang sikapnya seperti macan luwe(macan lapar) (Wawancara dengan Ahmad Thohari, 1 Mei 2010). Maksud dari ungkapan seperti macan luwe adalah bahwasanya orang yang baik adalah orang yang terus terang dan tanpa basa-basi. Orang Banyumas tidak begitu suka dengan pernyataan yang bertele-tele dan penuh pernak-pernik. Pernyataan tersebut tentunya sangat kontras dengan karakteristik orang yang baik dalam masyarakat Solo. Opiniyang berkembang di Solo disebutkan bahwasanya orang yang baik itu adalah orang yang tingkah lakunya seperti uler kambang. Maksud dari pernyataan tersebut adalah orang yang baik dalam masyarakat Solo adalah orang yang berliku-liku dalam menyatakan pendapat dan dipenuhi dengan pernak-pernik untuk memperindah opini tersebut.
Bawor dalam pewayangan digambarkan dengan bentuk yang gemuk pendek (tambun), mata besar dan lebar, bibir tebal, tangan menggenggam dan kaki pendek. Setiap penggambaran fisik Bawor tersebut mempunyai makna yang dapat dijadikan pesan moral bagi mereka yang mau memahaminya. Bila setiap pesan moral yang terkandung dalam setiap penggambaran Bawor dapat dimaknai dan dihayati dengan baik, niscaya akan membuat seseorang lebih bijak dalam menyikapi hidup. Karakter Bawor yang cablaka, glogok sorbila diimplementasikan dengan arus globalisasi yang ada, mempunyai peran strategis guna menghadapi arus globalisasi yang begitu pesat. Karakter tersebut senada dengan karakteristik masyarakat Banyumas yang cenderung cablakadan glogok sor. Bukti dari hal tersebut dapat dilihat dari bahasa asli Banyumas, yakni Bahasa Jawa Purwa. Bahasa Jawa Purwa asli Banyumas berbeda dengan bahasa Jawa Mataram (Yogyakarta-Solo). Perbedaannya terletak dari struktur bahasa itu sendiri. Bila dalam bahasa Jawa Mataram, dikenal dengan tingkatan bahasa ngoko, krama alus, krama inggil, tetapi dalam bahasa asli Banyumas tidak ada tingkatantingkatan bahasa seperti itu. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, bahasa asli Banyumas mulai terakulturasi dengan bahasa Jawa Mataram. Meskipun Bahasa asli Banyumas telah tercampur dengan bahasa Jawa Mataram, karakteristik masyarakat Banyumas yang cablaka tetap melekat erat sampai sekarang Hal tersebut dapat dilihat bahwasanya di Banyumas, belum ada sejarah yang mencatat adanya kerusuhan sosial. Hal tersebut dikarenakan sifat masyarakat Banyumas yang cablaka, sehingga setiap permasalahan selalu disampaikan dengan segera tanpa menyebabkan dendam berkepanjangan.
C. BAWOR  DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Karaktreristik Bawor bila diimplementasikan dalam kehidupan sekarang ini dapat berjalan dalam arus perubahan zaman. Islam mengajarkan agar manusia dalam hidup itu bisa lentur, tetapi juga tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang buruk. Zaman sekarang menuntut keterbukaan informasi, dan komunikasi. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk memperkuat posisi budaya lokal, yakni budaya lokal Banyumas pada khususnya sebagai proses pengglobalan kebudayaan lokal. Bila masyarakat dapat sukses memanfaatkan arus globalisasi tersebut dengan mengimplementasikan karakteristik Baworyang cablakadan apa adanya tersebut juga sejalan dengan nilai-nilai Islam. Jujur selalu ditekankan oleh Allah agar manusia tidak menyakiti orang lain. Sifat jujur tersebut dimiliki oleh Bawor, dan ditransformasikan pada masyarakat Banyumas. Karakteristik yang lain dari Bawor tergambar dalam bentuk mata Bawor. Bentuk mata Bawor yang besar dan lebar tersebut, mengandung filosofi bahwa Bawor mempunyai sifat yang waspada, teliti, dan sensitif terhadap permasalahan yang ada di sekitarnya. Artinya, meskipun Bawor memiliki karakter yang ceplas-ceplos, cablaka, dan jujur apa adanya, dia tetap memiliki sifat waspada terhadap kemungkinan yang bakal terjadi, teliti terhadap segala sesuatu yang dihadapinya, serta tanggap terhadap permasalahan yang ada di sekitar.
Penggambaran Bawor sebagai pribadi yang mempunyai bibir tebal mempunyai makna bahwa Bawor mempunyai karakter diri yang ceplas-ceplos, cablaka,dan kritis. Oleh karena itu, dalam masyarakat Banyumas Bawor dikenal sebagai pribadi yang suka mengkritik dan jujur. Segala sesuatu yang dilihatnya baik, maka akan dikatakan baik, yang tidak baik akan dikatakan tidak baik tanpa membeda-bedakan siapa yang dihadapinya. Begitu jujur dan apa adanya tersebut, ada sebagian masyarakat yang memaknai bahwasanya karakter Bawor adalah lugu dan bodoh. Padahal, bila dikaji dengan lebih cermat dan seksama, Bawor sebenarnya tidak bodoh. Hal tersebut dapat dilihat dari posisi Bawor yang merupakan punakawan atau pamong yang paling sering dimintai pendapat mengenai permasalahan-permasalahan yang muncul. Punakawan merupakan pengiring atau pamong yang selalu ikut mendampingi seseorang atau keluarga, sebagai tempat berbagi suka maupun duka serta dimintai saran-saran jika perlu.
Karakteristik lain dari Bawor disimbolkan dengan tangan yang mengepal. Simbolisasi tersebut mempunyai makna bahwasanya Bawor mempunyai sifat yang selektif (teliti), hemat, dan hidup bersahaja. Hal tersebut juga tercermin pada masyarakat Banyumas. Keluguan, keterusterangan dan ke-cablaka-an masyarakat Banyumas menunjukkan bahwasanya orang Banyumas adalah orang yang apa adanya, sederhana dan bersahaja.
Karakteristik berikutnya yakni disimbolkan dengan kaki yang pendek. Simbolisasi mengandung makna bahwa Bawor mempunyai karakter yang penyabar, tidak grasa-grusu, dan hati-hati. Sifat Bawor yang hati-hati tersebut bila diimplementasikan dalam kehidupan nyata pada masa sekarang, sangat membantu guna mem-filtersetiap produk globalisasi yang masuk. Masyarakat dituntut cerdas dalam menghadapi globalisasi yang ada dan cerdas dalam memilah setiap produk globalisasi yang masuk. Sifat hati-hati, sabar, dan tidak gegabah dapat menuntun kita dalam menentukan produk globalisasi yang akan diaplikasi. Bila melihat sejarah pewayangan yang ada Indonesia, maka dapat ditemukan keterangan yang menyebutkan bahwasanya wayang merupakan kebudayaan yang berasal dari kebudayaan Hindu yang oleh Sunan Giri kemudian digubah dan disesuaikan dengan tujuan dakwah agama Islam. Wayang kemudian lebih sering digunakan sebagai media dakwah oleh Sunan Kalijaga, sehingga dalam masyarakat Jawa, masyarakat cenderung lebih mengidentikkan wayang dengan Sunan Kalijaga dibanding mengidentikkan wayang dengan Sunan Giri, sang penggubah wayang itu sendiri.
Pemanfaatan wayang sebagai media dakwah oleh Sunan Kalijaga menuntut adanya penyesuaian karakter penokohan mengingat kondisi masyarakat yang berbeda-beda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Hal tersebut yang melandasi adanya perbedaan penamaan terhadap  Bawor dan Bagong yang pada hakikatnya adalah sama. Perbedaan Bawordan Bagong tidak hanya terletak pada namanya saja, tetapi juga terletak pada kedudukannya dalam struktur keluarga punakawan. Bila dalam masyarakat Banyumas Bawor lebih dikenal sebagai anak  mbarep(sulung), maka dalam masyarakat Yogyakarta-Solo Bagonglebih dikenal sebagai anak ragil (bungsu). Pembedaan antara Bawor dan Bagong tersebut bukan berarti tanpa makna, akan tetapi malah memiliki makna filosofi yang dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar